KEMITRAAN SEKOLAH DAN KELUARGA DALAM MENGATASI
PENURUNAN KARAKTER PANCASILA PESERTA DIDIK
PASCA PEMBELAJARAN JARAK JAUH
1Maria Yosefa Pandi
Guru SDK Ignatius Slamet Riyadi II
e-mail: pandiyosefa@gmail.com
ABSTRACT
Online schools, which are the impact of the COVID-19 pandemic, have been running for approximately the last two years, causing a decline in the character of students. This decrease is evident in the various behavior of students who are considered deviant in teaching and learning activities. For example, it can be seen in the dishonesty and delay of students in completing school assignments and polite attitudes towards teachers, parents, and others who tend to deteriorate. The decline in character certainly negatively influences these students' development and learning achievements. This decline was influenced by the limited interaction during the pandemic and the behavior of dependence on gadgets and electronic media. To overcome this problem, family and school partnerships are needed to strengthen character education so that students become better prepared to socialize well in the school environment or anywhere well. This character improvement also intends to increase students' learning motivation so that they become individuals of integrity.
Keywords: family and school partnership, character education, distance learning.
ABSTRAK
Sekolah online yang merupakan dampak dari pandemi covid-19 telah berjalan selama kurang lebih dua tahun terakhir menyebabkan adanya penurunan karakter peserta didik. Penurunan ini tampak dalam berbagai perilaku peserta didik yang dianggap menyimpang selama mengitu proses pembelajaran. Salah satu contohnya adalah perilaku tidak jujur peserta didik dalam menyelesaikan tugas-tugas sekolah dan sikap sopan santun terhadap guru, orang tua dan sesamanya yang cendrung memburuk. Penurunan karakter tersebut tentu membawa pengaruh buruk bagi perkembangan dan capaian belajar peserta didik tersebut. Penurunan ini dipengaruhi oleh terbatasnya interaksi selama masa pandemi dan perilaku ketergantungan terhadap gadget dan media-media elektronik. Untuk mengatasi masalah ini maka diperlukan kemitraan keluarga dan sekolah untuk melakukan penguatan pendidikan karakter agar peserta didik menjadi lebih siap untuk bersosialisai dengan baik di lingkungan sekolah atau di mana saja dengan baik. Penguatan karakter ini juga bermaksud untuk meningkatkan motivasi belajar peserta didik sehingga menjadi pribadi yang berintegritas.
Kata kunci: kemitraan keluarga dan sekolah, pendidikan karakter, pembelajaran jarak jauh.
PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan pillar utama terwujudnya cita-cita mencerdaskan kehidupan bangsa yang telah disebutkan dalam pembukaan UUD tahun 1945. Pendidikan dapat diperoleh dari pendidikan formal maupun nonformal. Keberhasilan dalam mencapai tujuan pendidikan sudah pasti menjadi tanggung jawab semua orang. Oleh karena itu, keluarga sebagai tempat pertama didapatkannya pendidikan dan sekolah serta masyarakat yang meneruskan proses tersebut harus membentuk sebuah integrasi agar proses pendidikan dapat berjalan lancar dan mencapai tujuannya dengan maksimal. Keluarga, sekolah dan masyarakat harus terus bersinergi sebagai sebuah mitra.
Salah satu bentuk kemitraan keluarga dan sekolah adalah dalam hal pendidikan karakter. Pembentukan karakter adalah salah satu hal terpenting dan esensial dalam dunia pendidikan. Pendidikan karakter membawa dampak yang besar bagi peningkatan SDM. Di Indonesia, upaya penigkatan SDM berkarakter dapat terlihat dari gerakan penguatan pendidikan karakter yang dicanangkan oleh pemerintah dan dimasukan kedalam kurikulum nasional. Urgensi pendidikan karakter dalam pendidikan di Indonesia berupa penanaman nilai-nilai Pancasila yaitu nilai religius, nasionalisme, integritas, kemandirian dan gotong royong yang bersumber dari Pancasila. Pendidikan karakter dapat melahirkan sebuah bangsa yang berintegritas. Hal ini juga bertujuan untuk menciptakan suatu identitas bangsa yang kuat. Kolaborasi antara guru dan orang tua dapat menjadi sebuah kekuatan yang lebih besar untuk memaksimalkan penanaman nilai-nilai kepribadian yang berkualitas. Kemitraan sekolah dan keluarga mampu mengoptimalkan proses penguatan karakter peserta didik. Seperti yang disebutkan oleh Ki hajar Dewantara dalam tripusat pendidikan. Keluarga, sekolah dan masyarakat merupakan sebuah kesatuan yang bertanggungjawab dalam mencapai tujuan pendidikan nasional.
Sejak tahun 2019, pandemi covid-19 berdampak juga pada pendidikan. Sistem belajar yang berubah menjadi pembelajaran online. Hal tersebut sesuai dengan Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2020 yang dikeluarkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia tentang Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan di Masa Darurat Penyebaran Penyakit Virus Corona (COVID-19). Pembataasan interaksi dan pembelajaran online membuat peserta didik lebih sering menghabiskan waktu dengan perangkat-perangkat komunikasi elektronik sehingga kurang bersosialisasi dan mereka mengalami penurunan nilai-nilai karakter. Hal ini dibuktikan oleh beberapa penelitian di antaranya; hasil survey Balitbang dan Kementrian Agama Republik Indonesia pada Agustus 2021 yang menunjukan score karakter pancasila peserta didik ditahun 2021 turun menjadi 69,52, di mana di tahun sebelumnya adalah 71,41. Penelitian lain juga dilakukan oleh Nana Maharani, et.al (2020) yang menunjukan indikasi penurunan nilai-nilai karakter dalam diri peserta didik yang terlihat dari menurunnya sikap disiplin dan jujur dalam menyelesaikan tugas-tugas sekolah.
Penelitian ini bermaksud menguraikan tentang pentingkanya kerja sama antara orang tua dan guru dalam melakukan penguatan karakter peserta didik pasca sekolah online yang sempat mengalami penurunan akibat kurangnya sosialisasi di masa sekolah online. Kata penguatan maksudnya bahwa sebenarnya sebelumnya sudah dilakukan pendidikan karakter. Peserta didik juga sudah dibekali dengan nilai-nilai pendidikan karakter dan memahaminya. Bahkan sebelum pandemi, berkat program penguatan pendidikan karakter, peserta didik sudah mulai terbiasa untuk berperilaku baik dan jujur. Namun, saat pandemi pembelajaran jarak jauh menyebabkan pendidikan karakter menjadi kurang maksimal. Oleh karena itu, pendidikan karakter pasca pjj bukanlah hal baru. Kita hanya perlu melakukan penguatan kembali agar nilai-nilai yang sudah ada sebelumnya dapat dikembangkan kembali.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode studi kepustakaan atau literature survey. Studi kepustakaan merupakan sebuah proses menelaah buku atau kajian literatur yang relevan agar dapat menjelaskan atau menjawab sebuah persoalan yang dihadapi. Menurut Sugiyono (2012), studi pustaka adalah studi teoritis di mana referensi dan literatur akademis terkait dengan budaya, nilai, dan norma yang berkembang dalam konteks sosial tertentu dipelajari. Sedangkan Sekaran and Bougie dalam Leon (2021) mengartikan sebuah tinjauan literatur sebagai kegiatan mengidentifikasi dan menyoroti masalah yang relevan dan mendokumentasikan temuan kunci, kerangka kerja dan/atau alat dari penelitian sebelumnya yang mendasari proyek saat ini. kegiatan mengidentifikasi dan menyoroti tema yang relevan dan mendokumentasikan temuan, kerangka kerja, dan/atau instrumen penting dari penelitian sebelumnya yang akan berfungsi sebagai dasar untuk proyek saat ini.
Penelitian ini telah melalui proses sesuai dengan tahapan dalam penelitian studi pustaka. Tahap awal yaitu pengumpulan data. Selanjutnya peneliti melakukan pengkajian, telaah dan analisa terhadap sumber-sumber tersebut untuk melihat relevansinya dengan penelitian ini. Hasil analisis tersebut kemudian dipaparkan secara deskriptif sesuai topik yang dipilih oleh peneliti. Pada penelitian ini, peneliti memaparkan secara deskriptif tentang kemitraan keluarga dalam hal ini orang tua dengan guru atas nama sekolah untuk menguatkan kembali karakter peserta didik sekolah dasar pasca sekolah online. Materi yang disajikan dalam penelitian ini didasarkan pada penelitian di beberapa jurnal dan buku yang berkaitan dengan masalah yang diangkat. Praktik kolaborasi guru dan orang tua dalam membenah karakter peserta didik yang tercermin dalam sikap dan perilaku mereka menjadi objek penelitian. Artikel ini dihasilkan melalui proses penelitian kualitatif. Data dari sumber data primer dan sekunder. Sumber data utama adalah peraturan perundang-undangan yang berlaku sampai dengan akhir tahun 2003. Sumber data sekunder mendukung literatur, termasuk buku, jurnal, makalah penelitian, dan literatur bereputasi dan otoritatif lainnya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sistem pembelajaran jarak jauh atau PJJ telah diberlakukan sejak 2019 demi menekan angka kasus Covid-19 yang cukup besar dalam dua tahun terakhir. Pembelajaran jarak jauh adalah kegiatan belajar mengajar yang dilakukan melalui komunikasi jarak jauh dengan menggunakan berbagai media. Para guru berada terpisah dengan peserta didik dan n semua proses pembelajaran dilakukan dengan menggunakan berbagai aplikasi pendukung pembelajaran di perangkat elektronik seperti Zoom, WhatsApp, Google Meet, Google Classroom dan Quizizz. Proses pembelajaran ini menyebabkan kontrol dan pengawasan para guru terhadap peserta didik menjadi kurang maksimal sehingga adanya penurunan nilai karakter siswa.
Dalam penelitian berjudul “Analisis Sisi Negatif Moralitas Siswa Pada Masa Pembelajaran Jarak Jauh (Studi Kasus Pada Masa Pandemi Covid-19 Di Mts Zia Salsabila Bandar Setia)” dijabarkan beberapa ragam moral negatif siswa selama menjalani pembelajaran dalam jaringan, diantaranya:
a. Curang dalam keikutsertaan proses belajar, di mana siswa tidak mengikuti semua proses pembelajaran secara utuh seperti login ketika online meeting tetapi tidak memperhatikan dan sibuk melakukan aktivitas lain.
b. Curang dalam mengisi daftar hadir. Terdapat beberapa siswa tidak mengikuti kegiatan pembelajaran namun hadir di akhir kegiatan untuk sekedar mengisi daftar hadir.
c. Kurang disiplin. Siswa terlambat untuk kelas online dan menyerahkan tugas guru.
d. Minat belajar yang rendah. Siswa lebih tertarik melakukan hal-hal lain seperti bermain game dan membuka media sosial dalam perangkat elektronik miliknya dan merasa pembelajaran online menjenuhkan.
e. Ketergantungan peserta didik terhadap perangkat elektronik. (Nana Maharani et al., 2020).
Pembelajaran jarak jauh memang baik untuk melatih kemandirian peserta didik. Mereka diberi ruang untuk mengembangkan potensi dalam dirinya sendiri. Peserta didik dapat mencari sumber-sumber materi belajar lain yang lebih luas dan bereksplorasi secara digital. Namun, dari penemuan di Mts Zia Salsabila Bandar Setia ini, dapat disimpulkan bahwa moral yang merupakan salah satu poin penting dari karakter peserta didik mengalami penurunan karena terbatasnya kontrol pendidik dan juga orang tua selama proses pembelajaran jarak jauh secara online.
Selain itu, survei yang dilakukan oleh Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama Rebublik Indonesia pada Agustus 2021 menunjukan adanya penurunan indeks karakter peserta didik di masa pandemi. Survei ini mencakup lima dimensi, yaitu religiositas, nasionalisme, kemandirian, gotong royong dan integritas. Hasilnya membuktikan bahwa pada tahun 2020 indikatif karakter peserta didik berada pada angka 71,41 dan pada tahun 2021 angka ini mengalami penurunan menjadi 69,52. Penurunan ini disebabkan pembatasan interaksi peserta didik sejak awal pandemi yang lalu. Hasil tersebut tentu memprihatinkan dan harus menjadi evaluasi bagi pendidik dan orang tua.
Pasca sekolah jarak jauh, karakter peserta didik yang kian memburuk menjadi salah satu hal yang harus segera dikuatkan kembali. Hal ini untuk mengatasi masalah penurunan karakter siswa yang disebabkan oleh terbatasnya sosialisasi dengan orang lain di luar rumah, khususnya teman-teman dan guru di sekolah. Penguatan yang dimaksud adalah melalui prnanaman nilai-nilai pendidikan karakter seperti yang telah dicanangkan oleh pemerintah dalam kurikulum nasional. Penguatan ini bertujuan untuk mengembalikan nilai-nilai karakter pancasila yang telah bergeser setelah digitalisasi kegiatan pembelajaran yang meningkatkan individualitas peserta didik dan menurunkan karakter pancasila mereka. Dengan demikian, menghadapi pembelajaran tatap muka kembali pasca pjj, peserta didik dapat bersosialisai dengan baik dan menjadi individu yang berkarakter.
Individu yang berkarakter adalah individu yang berpendirian teguh dan berprilaku sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku. Mereka memiliki kepribadian unggul sehingga dapat membangun interaksi yang baik dengan lingkungan sekitar. Individu berkarakter cendrung memiliki semangat yang baik dalam mengembangkan minat dan bakat yang dimilikinya. Menurut M. Ibnu Yasir dan Syukri Indra (2021) pada penelitiannya yang berjudul “Pembentukan Karakter Siswa Selama Melakukan Pembelajaran Jarak Jauh Di Kelurahan Pamoyanan,” individu berkarakter adalah mereka yang bisa membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan tiap akibat dari keputusan yang ia buat.
Karakter yang tergambar dalam sikap dan perilaku peserta didik dapat berpengaruh terhadap capaian belajar mereka sehingga hal ini menjadi sangat penting. Dari hasil penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Pendidikan Karakter Terhadap Prestasi Belajar Siswa”, Ahmad Najib dan Bety Nur Achadiyah (2012) mengemukakan beberapa temuan, di antaranya:
a. pendidikan karakter disiplin yang ditanamkan kepada siswa mempunyai peranan di dalam meningkatkan prestasi belajar siswa, hal ini dikarenakan pendidikan karakter disiplin yang ditanamkan tersebut membuat siswa memiliki karakter disiplin yang tinggi sehingga dengan karakter disiplin yang tinggi tersebut membuat prestasi belajar siswa bagus,
b. pendidikan karakter percaya diri yang ditanamkan kepada siswa mempunyai peranan didalam meningkatkan prestasi belajar, hal ini dikarenakan pendidikan karakter percaya diri yang ditanamkan tersebut membuat siswa memiliki karakter percaya diri yang tinggi sehingga dengan karakter percaya diri yang tinggi tersebut membuat prestasi belajar siswa bagus
c. pendidikan karakter mandiri yang ditanamkan kepada siswa mempunyai peranan di dalam meningkatkan prestasi belajar siswa. Hal ini dikarenakan pendidikan karakter mandiri yang ditanamkan tersebut membuat siswa memiliki karakter mandiri yang tinggi sehingga dengan karakter mandiri yang tinggi tersebut membuat prestasi belajar siswa bagus.
Pendidikan karakter bertujuan mengembangkan nilai-nilai yang membentuk karakter bangsa yaitu pancasila, meliputi:
a. mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia berhati baik, berpikiran baik, dan berperilaku baik;
b. membangun bangsa yang yang berkarakter pancasila;
c. mengembangkan potensi warga Negara agar memiliki sikap percaya diri, bangga pada bangsa dan negaranya serta mencintai umat manusia. Pendidikan karakter bertujuan untuk membina dan mengembangkan karakter warga Negara sehingga mampu mewujudkan masyarakat yang ber-keTuhanan Yang Maha Esa, berkemanusiaan yang adil dan beradab, berjiwa persatuan Indonesia, berjiwa kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, serta berkeadilan sosial bagi sleuruh rakyat Indonesia.
Terdapat prinsip-prinsip dalam pelaksanaan pendidikan karakter. Seperti dikutip oleh Siti Julaiba (2014), Kemendiknas memberikan rekomendasi 11 prinsip untuk mewujudkan pendidikan karakter sebagai berikut:
a. Mempromosikan nilai-nilai dasar etika sebagai basis karakter
b. Mengidentifikasi karakter secara komprehensif supaya mencakup pemikiran, perasaan dan perilaku.
c. Menggunakan pendekatan yang tajam, proaktif dan efektif untuk membangun karakter
d. Menciptakan komunitas sekolah yang memiliki kepedulian.
e. Memberi kesempatan kepada peserta didik untuk menunjukkan perilaku yang baik
f. Memiliki cakupan terhadap kurikulum yang bermakna dan menantang yang menghargai semua peserta didik, membangun karakter dan membantu mereka untuk sukses.
g. Mengusahakan tumbuhnya motivasi diri pada para peserta didik
h. Menfungsikan seluruh staf sekolah sebagai komunitas moral yang berbagi tanggung jawab untuk pendidikan karakter dan setia pada nilai dasar yang sama
i. Adanya pembagiankepemimpinan moral dan dukungan luas dalam membangun inisiatif pendidikan karakter
j. Menfungsikan keluarga dan anggota masyarakat sebagai mitra dalam usaha membangun karakter
k. Mengevaluasi karakter sekolah, fungsi staf sekolah sebagai guru karakter dan manifestasi karakter positif dalam kehidupan peserta didik
Untuk memaksimalkan penanaman nilai dalam pendidikan karakter, dibutuhkan strategi yang tepat. Strategi ini mencakup model dan media pembelajaran yang menarik. Pendidik juga harus mampu memahami kebutuhan peserta didiknya. Menurut M. Fadlillah (2016), pendidikan karakter sebaiknya menggunakan strategi yang berbasis pada model permainan yang edukatif dan sederhana. Pendidikan karakter yang edukatif ini membuat peserta didik merasa senang dan gembira ketika belajar. Peserta didik yang belajar dengan senang hati cendrung aktif dan memiliki kemauan untuk berpartisipasi dalam seluruh kegiatan pembelajaran. Dengan demikian, perubahan perilaku mereka dapat terjadi dengan baik. Cara yang tepat dan sesuai ini dapat mempercepat pencapaian tujuan pendidikan karakter yang dimaksud.
Pendidikan karakter ini dapat dilakukan baik di keluarga oleh orang tua dan saudara maupun di sekolah oleh para guru. Keluarga dan sekolah memiliki fungsi dan perannya masing-masing. Dalam buku berjudul Dasar-Dasar Pendidikan (Dr. Solikodin Djaelani et al., 2014:142) dijelaskan tugas dan tanggung jawab keluarga terhadap pendidikan anaknya lebih bersifat pembentukan watak, budi pekerti, latihan keterampilan dan pendidikan kesosialan. Peranan keluarga terutama adalah dalam penanaman sikap dan nilai-nilai hidup, pengembangan minat, bakat, dan kepribadian, serta penanaman nilai pancasila terlebih nilai keagamaan dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Sedangkan tanggung jawab sekolah sebagai lembaga pendidikan formal didasarkan atas tiga faktor di antaranya:
a. Tanggung jawab formal
Kelembagaan pendidikan sesuai dengan fungsi, tugasnya dan mencapai tujuan pendidikan menurut katantuan perundang-undangan yang berlaku.
b. Tanggung jawab keilmuan
Berdasarkan bentuk, isi, tujuan dan tingkat pendidikan yang dipercayakan kepadanya oleh masyarakat sebagaimana dalam pasal 13, 15, dan 16 undang-undang Sistem Pendidikan Nasional.
c. Tanggung jawab fungsional
Tanggung jawab yang diterima sebagai pengelola fungsional dalam melaksanakan pendidikan.
Selain memiliki perannya masing-masing, keluarga dan sekolah tetap perlu melakukan kerja sama. Untuk memaksimalkan penguatan karakter peserta didik pasca pembelajaran jarak jauh, diperlukan kolaborasi antara guru dan orang tua. Pada pasal 6 ayat (1) Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penguatan Pendidikan Karakter pada Satuan Formal, ditegaskan tentang optimalisasi kemitraan keluarga, sekolah dan masyarakat atau tripusat pendidikan untuk bersama-sama melaksanakan penguatan pendidikan karakter. Terdapat lima nilai utama pendidikan karakter yang harus dilaksanakan dalam kolaborasi orang tua dan guru untuk membenah karakter peserta didik. Lima nilai tersebut di antaranya; religius, nasionalis, mandiri, gotong-royong, dan integritas.
a. Kolaborasi orang tua dan guru dalam membenah karakter religius peserta didik
Nilai-nilai agama atau kepercayaan ditanamkan sejak dini agar peserta didik mampu melaksanakan kewajiban-kewajibannya sebagai individu yang menganut agama atau kepercayaan tertentu. Nilai-nilai religius ini menjadi landasan dasar untuk tumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang berakhlak dan berbudi pekerti luhur. Nilai religius erat kaitannya dengan hubungan manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa meliputi pikiran, perkataan, dan tindakan seseorang yang diupayakan selalu berdasarkan pada nilai-nilai ketuhanan dan atau ajaran agamanya. (M. Mustari, 2014). Karakter religius juga memupuk sikap saling menghargai dalam diri peserta didik sehingga mampu bersikap toleran dan peduli kepada sesama dan lingkungan sekitarnya.
Menurut Glock dan Strak dalam (Subandi, 2013) terdapat lima aspek nilai religius yaitu aspek keyakinan, yang berkaitan dengan kedalaman keyakinan dan penerimaan peserta didik terhadap ajaran-ajaran agama yang dianutnya. Kedua adalah aspek menjalankan kewajiban. Aspek ini melihat sejauh mana peserta didik melaksanakan kegiatan-kegiatan keagamaanya seperti berdoa dan berderma. Aspek yang berikutnya adalah aspek penghayatan, di mana peserta didik merefleksikan dan merasakan pengalaman-pengalaman hidupnya yang membentuk sikap religius. Seperti sikap takut akan Tuhan, takut melakukan dosa, atau merasakan pertolongan Tuhan. Keempat adalah aspek pengetahuan yang menekankan pada penguasaan materi-materi ajaran` agama yang dianut. Seperti mengetahui isi kitab suci, ajaran atau kebiasaan pendahulu, dan lain sebagainya. Terakhir adalah aspek perilaku. Peserta didik dapat termotivasi untuk melakukan segala sesuatu sesuai dengan nilai-nilai yang ditanamkan dalam agama/kepercayaan yang dianutnya.
Sikap religius ini dapat ditumbuhkan melalui keteladanan orang tua dan guru. Mereka haru menjadi contoh yang patut ditiru dalam melaksanakan kewajiban beragama, menghormati dan menghargai orang beragama lain, berempati da berbagi kepada sesama yang membutuhkan, bersikap jujur dan rendah hati, dan lain sebagainya. Pasca PJJ karakter religius ini bisa ditanamkan juga melalui kegiatan keagamaan dalam ekstrakurikuler. Peserta didik juga harus tetap dibiasakan untuk memimpin doa secara bergantian misalnya di kelas, atau di rumah diberi kesempatan untuk memimpin doa sebelum atau sesudah makan atau dalam kesempatan-kesempatan lain. Kepada mereka juga sangat baik untuk diceritakan kisah-kisah inspiratif para tokoh religius.
b. Kolaborasi orang tua dan guru dalam membenah karakter nasionalis peserta didik
Nasionalisme merupakan rasa cinta tanah air yang diwujudnyatakan dalam perilaku menjaga keutuhan bangsa, mempertahankan identitas bangsa, menghormati para pejuang atau pahlawan tanah air, bersama-sama mengupayakan kesejahteraan dan memelihara kebudayaan. Dalam KBBI, Nasionalisme diartikan sebagai kesadaran keanggotaan dalam suatu bangsa yang secara potensial atau aktual bersama-sama mencapai, mempertahankan dan mengabadikan identitas, integritas, kemakmuran dan kekuatan bangsa itu, yakni semangat kebangsaan. Dengan kata lain, nasionalisme adalah suatu paham yang mengedepankan upaya bersama dalam mencapai cita-cita dan tujuan bangsa.
Implementasi pendidikan karakter nasionalis telah diatur dalam UU no. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pada pasal 3 diungkapkan bahwa Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Selain itu, dalam pasal 37 yang mengatur tentang kurikulum ditegaskan bahwa Pendidikan Keagamaan, Kwarganegaraan dan Sosial Budaya bersifat wajib. Ketentuan ini bertujuan untuk meningkatkan rasa bangga dan cinta tanah air dalam diri peserta didik.
Kegiatan-kegiatan di sekolah dapat menjadi jalan untuk menanamkan rasa nasionalisme. Misalnya melalui upacara bendera, perayaan peringatan hari-hari besar nasional atau peringatan para pahlawan. Guru dan orang tua dapat bekerja sama untuk menyusun konsep kegiatan tersebut sehingga peserta didik ikut serta dalam menggali nilai nasionalisme di dalamnya. Salah satu contohnya adalah ketika merayakan hari Kartini, guru dapat menyelenggarakan perayaan untuk mengulang kisah inspiratif Kartini dan mengangkat pesan-pesannya untuk disajikan kepada peserta didik di sekolah. Orang tua murid mempersiapkan peserta didik dengan mengenakan pada mereka pakaian adat daerahnya masing-masing. Hal-hal sederhana seperti ini tentu sangat baik untuk menambah wawasan peserta didik, menciptakan suasana belajar yang lebih menyenagkan dan tentunya meningkatkan karakter nasionalisme.
c. Kolaborasi orang tua dan guru dalam membenah karakter mandiri peserta didik
Mandiri merupakan sebuah kemampuan mengelola segala sesuatu sendiri dengan baik. Kemandirian adalah perilaku yang didapat dari latihan yang konsisten untuk mengatur kebutuhan dan kemauan serta menetapkan cara untuk memenuhinya. Pribadi mandiri adalah pribadi yang berani, memiliki keinginan belajar, berlatih, mencoba, dan merasakan berdasarkan pengalaman hidupnya, memiliki gambaran hidup sesuai keinginannya, mampu mencapai tujuan yang telah ditetapkannya. (Desi Ranita Sari dan Amelia Zainur Rosyidah, 2019). Karakter mandiri dapat dilatih oleh orang tua dan guru misalnya dalam memberikan mereka kepercayaan untuk mengerjakan tugas-tugas sekolahnya sendiri, memberikan merka tanggung jawabnya untuk mengerjakan pekerjaan-pekerjaan di rumah yang sesuai dengan kemampuannya, misalnya menugaskan mereka untuk menyapu, mencuci piring atau merapihkan tempat tidurnya. Intervensi orang tua dan guru selama mereka mengerjakan hal-hal tersebut harus diminimalisir sehingga anak dapat berpikir kritis dan berusaha menemukan solusi untuk menyelesaikannya dengan baik. Namun, pengawasan orang tua dan guru tetap diperlukan.
d. Kolaborasi orang tua dan guru dalam membenah karakter gotong-royong peserta didik
Karakter gotong royong dapat diartikan sebagai perilaku membangun kerjasama dengan sesama yang lain untuk mengerjakan sesuatu atau menyelesaikan persoalan bersama dalam kelompok tertentu. Menurut Khotimah dalam (Desti Mulyani, 2020), tujuan program penguatan pendidikan karakter gotong royong sendiri adalah untuk menanamkan pembentukan nilai-nilai karakter bangsa kepeserta didikefektif melalui lembaga pendidikan dengan prioritas nilai-nilai tertentu yang akan menjadikan proses pembelajaran, pemahaman, pengertian dan praktik, sehingga pendidikan karakter gotong royong mampu mengubah perilaku, cara berfikir, dan cara bertindak, seluruh bangsa Indonesia menjadi lebih baik dan berintegritas.
Orang tua dan guru dapat bekerjasama untuk meningkatkan semangat gotong royong pada peserta didik. Salah satu contohnya adalah melalui pembagian kelompok kerja di sekolah untuk mengerjakan tugas-tugas atau piket kelas seperti membersihkan kelas atau membersihkan sekolah seminggu sekali. Di rumah, anak bisa dilatih dengan mengikut sertakannya dalam beberapa aktivitas yang sesuai dengan kemampuannya. Misalnya, membolehkan anak menemani ibu mengerjakan pekerjaan dapur, mengajak anak-anak dan semua anggota keluarga untuk membersihkan rumah dan sekitarnya, dan lain-lain.
e. Kolaborasi orang tua dan guru dalam membenah karakter integritas peserta didik
Adrian Gostick dan Telford dalam bukunya berjudul the Integrity Advantage mengungkapkan, "integritas adalah sebuah ketaatan yang kuat pada sebuah kode, khususnya nilai moral dan nilai artistik tertentu.” Dengan demikian dapat dipahami bahwa integritas adalah kepatuhan melakukan sesuatu dengan tepat sesuai dengan nilai yang dipegang teguh. Integritas juga mencakup sebuah keutuhan kemampuan baik kognitif, afektif, moral, spiritual, fisik, sosial dan emosi, yang menghasilkan ketahanan diri seorang individu untuk memegang teguh sebuah pendirian dan dapat mempertanggungjawabkannya. Menurut Rieke dan Guastello dalam Antonius (2014), integritas adalah suatu konsep yang biasanya digunakan dalam diskusi formal dan informal tentang leadership dan teori-teori organisasi, namun demikian tidak begitu jelas dirumuskan dan dimengerti
Integritas dapat tumbuhkan dalam diri peserta didik dengan melatih sikap jujur, mandiri, kreatif, inovatif, kritis, dan religius sehingga menjadi pribadi yang utuh dan berintegritas dalam menjalankan tugas-tugasnya. Peserta didik yang berintegritas akhirnya bisa diberikan tanggungjawab yang lebih besar. Dengan demikian kemampuannya semakin meningkat. Keteladanan guru dan orang tua juga tentu menjadi hal yang sangat penting dalam persoalan integritas anak.
KESIMPULAN
Sekolah online telah mengubah karakter peserta didik menjadi pribadi yang terlalu individualis. Hal ini tentu berdampak buruk bagi pertumbuhan dan perkembangan mereka. Penguatan karakter peserta didik pasca PJJ merupakan sebuah upaya untuk mengembalikan anak pada kebiasaan-kebiasaan baik sebagai individu berkarakter Pancasila dan mahluk sosial seperti pada masa sebelum pandemi, ketika tidak ada pembatasan sosialisasi dan interaksi dengan orang lain di sekitar. Sebagai individu yang berkarakter, peserta didik dapat menjadi pribadi unggul yang akan bersoaialisasi dengan baik di tengah masyarakat, dan menyesuaikan diri mengahadi perubahan pola interaksi sosial pasca pandemi. Menjadi individu berkarakter pancasila juga dapat menjadikan peserta didik lebih berprestasi karena integritasnya yang kuat.
Penguatan karakter pasca pembelajaran jarak jauh yang dapat dilakukan dalam kemitraan guru dan orang tua harus dinyatakan dengan berbagai cara yang edukatif dan konsisten. Cara-cara tersebut di antaranya memberikan motivasi peserta didik, dapat dilakukan dengan menceritakan kisah-kisah inspiratif misalnya. Selain itu, keteladanan guru dan orang tua seperti dalam membuat dan melaksanakan keputusan. Orang tua dan guru juga harus memberi ruang bagi anak untuk belajar mandiri. Pengawasan orang tua tidak boleh terlalu berlebihan dalam proses belajar anak, sehingga mereka tetap bebas mengekplorasi pengetahuan dan mengembangkan mintat dan bakatnya.
IMPLIKASI
Kemitraan keluarga dan sekolah dilaksanakan untuk menyempurnakan proses penanaman nilai dan pengetahuan bagi peserta didik. Kemitraan ini memenuhi tugas keluarga, sekolah dan masyarakat sebagai tripusat pendidikan. Kerja sama orang tua dan guru dalam membenah dan memperkuat pendidikan karakter diharapkan dapat membuat peserta didik menjadi lebih siap untuk menghadapi perubahan interaksi sosial pasca pembelajaran jarak jauh. Peserta didik dapat menjadi individu yang lebih kuat baik dari aspek kognitif, afektif maupun psikomotoriknya. Keikutsertaan orang tua dalam beberapa kegiatan sekolah terutama dalam pendidikan karakter membuat anak akan merasa lebih nyaman dan terarah dengan baik karena sekolah dan keluarga berada di sebuah jalan yang sama.
SARAN
Sekolah sebaiknya terus melibatkan orang tua dalam membuat kegiatan-kegiatan atau pengambilan keputusan yang berkenaan dengan pendidikan karakter peserta didik, terutama pasca pjj. Komunikasi antara guru dan orang tua perlu dibangun secara intensif dan baik sehingga kemitraan yang dimaksud membuahkan hasil yang maksimal yang akan tampak dalam perubahan perilaku peserta didik.
DAFTAR PUSTAKA
Abdillah, L., 2021. Mengkaji Pustaka (Literature Review). Desain Penelitian Bisnis: Pendekatan Kuantitatif. Medan: Yayasan Kita Menulis (2021).
Djaelani, Solikodin, Suriani, T, Zahara, dan Sartini. 2014. Dasar-Dasar Kependidikan. Pustaka Mandiri. Tanggerang.
Fadlillah, M. 2016. Penanaman Nilai-Nilai Karakter Pada Anak Usia Dini Melalui Permainan-Permainan Edukatif. Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2 “Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN.
Gea, A.A., 2014. Integritas personal dan kepemimpinan etis. Humaniora, 5(2), pp.950-959.
Gostick, Adrian, Telford. 2003. The Integrity Advantage. Gibbs Smith Publisher. U. S. A.
Julaiba, Siti.2014. Implementasi Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran. Dinamika Ilmu: Jurnal of education-jurnal pendidikan Vol.14 no.2.
Kemendikbud. 2018. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penguatan Pendidikan Karakter pada Satuan Formal. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta.
Kemendikbud. 2020. Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2020 Tentang Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan Dalam Masa Darurat Penyebaran Corona Virus Disease (COVID-19). Menteri Pendidikan dan Kebudayan RepublikIndonesia. Jakarta
Mahrani, N., Ritonga, A., Hasibuan, M., & Harahap, S. 2020. Analisis Sisi Negatif Moralitas Siswa Pada Masa Pembelajaran Jarak Jauh. Thoriqotuna: Jurnal Pendidikan Islam, 3(1), 56-63.
Mulyani, D., Ghufron, S., dan Kasiyun, S. 2020. Peningkatan Karakter Gotong Royong di Sekolah Dasar. Lectura: Jurnal Pendidikan, 11(2), 225-238.
Mustari, Muhammad. 2014. Nilai karakter Refleksi untuk Pendidikan. RajaGrafindo Persada. Jawa Barat.
Sari, Desi Ranita dan Rosyidah, Amelia Zainur. 2019. Peran Orang Tua Pada Kemandirian Anak Usia Dini. Jurnal Pendidikan: Early Childhood. Vol.3 No.1.
Subandi. 2013. Psikologi Agama dan Kesehatan Mental. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Alfabeta.
Undang-Undang No.23 Tahun 2003. Sistem Pendidikan Nasional. Presiden Republik Indonesia. Jakarta
Yasir, Muhammad dan Indra, Syukri. 2021. Pembentukan Karakter Siswa Selama Melakukan Pembelajaran Jarak Jauh di Kelurahan Pamoyanan. Educivilia: Jurnal Pengabdian pada Masyarakat. 2. 105.
Tuliskan Komentar Anda